Salam Perlindungan Konsumen...................!!!
Penetapan harga tabung gas, perlu dibahas
dan membutuhkan persetujuan gubernur / kepala daerah. Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, menggelar rapat koordinasi meninjau
pelaksanaan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah. Terutama surat keputusan
nomor 541/34 tahun 2014. Surat Keputusan itu berisi penetapan harga eceran
tinggi liquefied petroleum gas tabung 3 kilogram. Terutama pada titik serah sub
penyalur / pangkalan di Provinsi Jawa Tengah. Mengenai dasar kewenangan
penentuan harga subsidi, Teguh mengatakan bahwa hal itu tertuang dalam : Permen
ESDM No. 28 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 1, Permen ESDM Nomor 26 tahun 2009 Pasal 24
ayat 4. “Permen ESDM No. 28 Pasal 1 ayat 1 berisi tentang harga jual eceran LPG
3 Kg untuk rumah tangga dan usaha mikro pada titik serah agen. Termasuk PPN dan
margin agen ditetapkan sebesar Rp 12.750,-. Kemudian Permen ESDM No.26 tahun
2009 Pasal 24 ayat 4 berisi memperhatikan daerah, daya beli masyarakat dan
marjin yang wajar, serta sarana dan fasilitas penyediaan dan pendistribusian
LPG, pemerintah daerah provinsi bersama dengan pemerintah/
kabupaten kota. Terutama dalam menetapkan harga eceran tertinggi LPG tertentu bagi pengguna LPG pada titik serah di sub penyalur,Penetapan HET tersebut pihak DPD IV Hiswana Migas, sesuai surat yang tertuju kepada Gubernur Nomor 014/HM IV/VI/ 2014. Isi dari surat itu, meminta agar Gubernur meninjau lagi HET LPG 3 kg yang telah ditetapkan. Atas kearifan Gubernur, maka pihak DPD IV Hiswana Migas, menggelar audiensi. Hasil dari audiensi tertuang sesuai Surat Gubernur kepada Ketua DPD IV Hiswana Migas Nomor 540/007877 tanggal 22 Juli 2014. menurut analisa pembiayaan negara yg tertuang dalam Neraca Pembiayaan dan Pendapatan yg direncanakan di RAPBN dapat dilihat bahwa dalam Migas yg merupakan potensi alokasi pendapatan terkait erat dg subsidi Migas yg dialokasikan utk rakyat dan salah satunya adalah utk subsidi gas 3 kg. subsidi gas 3 kg itu milik rakyat...sekali lagi milik rakyat.. bukan milik PT SPBE, BUPATI, Gubernur atau LSM karena terkait hasil migas tertuang dlm neraca dan nota keuangan negara. Penetapan HET sudah final kecuali adanya perubahan neraca dalam rencana pendapatan dan belanja negara. Kepala wil baik propinsi dan di bawahnya tdk bisa semena mena menaikkan HET yg telah direncanakan dan termuat di RAPBN..sehingga patut dicurigai adanya indikasi kong kalikong dg pengusaha utk melegalkan pengalihan subsidi Gas 3 kg dari rakyat kepada keuntungan pengusaha dengan dalih adanya kenaikan biaya transportasi dan sejenisnya.. kalau memang adanya perubahan harga selayaknya di uah secara nasional shg jelas terlihat pengaruhnya terhadap kenaikan atau penurunan RAPBN pada tahun yg bersangkutan kemudian adanya KEPMEN...SK Gubernur, BUpati seolah olah mengubur Undang Undang yang lebih tinggi yakni UU tentang Penetapan RAPBN tahun yang bersangkutan... terlihat jelas bahwa makna politis mendominasi penetapan HET dengan korban RAkyat... Untuk itu sangat penting bagi kita untuk mengusahakan pembatalan kenaikan Gas 3 Kg yg saat ini masih ditinjau tersebut... kalau perlu dg memPTUNkan SK Gubernur tersebut atau gugat Pidana atas penyelewengan subsidi tersebut.. sekali lagi demi rakyat.. demi kemajuan bangsa.. mari brantas mafia Migas dan hilangkan budaya korupsi menjadi budaya bersih seperti yang kita idamkan bersama.......
kabupaten kota. Terutama dalam menetapkan harga eceran tertinggi LPG tertentu bagi pengguna LPG pada titik serah di sub penyalur,Penetapan HET tersebut pihak DPD IV Hiswana Migas, sesuai surat yang tertuju kepada Gubernur Nomor 014/HM IV/VI/ 2014. Isi dari surat itu, meminta agar Gubernur meninjau lagi HET LPG 3 kg yang telah ditetapkan. Atas kearifan Gubernur, maka pihak DPD IV Hiswana Migas, menggelar audiensi. Hasil dari audiensi tertuang sesuai Surat Gubernur kepada Ketua DPD IV Hiswana Migas Nomor 540/007877 tanggal 22 Juli 2014. menurut analisa pembiayaan negara yg tertuang dalam Neraca Pembiayaan dan Pendapatan yg direncanakan di RAPBN dapat dilihat bahwa dalam Migas yg merupakan potensi alokasi pendapatan terkait erat dg subsidi Migas yg dialokasikan utk rakyat dan salah satunya adalah utk subsidi gas 3 kg. subsidi gas 3 kg itu milik rakyat...sekali lagi milik rakyat.. bukan milik PT SPBE, BUPATI, Gubernur atau LSM karena terkait hasil migas tertuang dlm neraca dan nota keuangan negara. Penetapan HET sudah final kecuali adanya perubahan neraca dalam rencana pendapatan dan belanja negara. Kepala wil baik propinsi dan di bawahnya tdk bisa semena mena menaikkan HET yg telah direncanakan dan termuat di RAPBN..sehingga patut dicurigai adanya indikasi kong kalikong dg pengusaha utk melegalkan pengalihan subsidi Gas 3 kg dari rakyat kepada keuntungan pengusaha dengan dalih adanya kenaikan biaya transportasi dan sejenisnya.. kalau memang adanya perubahan harga selayaknya di uah secara nasional shg jelas terlihat pengaruhnya terhadap kenaikan atau penurunan RAPBN pada tahun yg bersangkutan kemudian adanya KEPMEN...SK Gubernur, BUpati seolah olah mengubur Undang Undang yang lebih tinggi yakni UU tentang Penetapan RAPBN tahun yang bersangkutan... terlihat jelas bahwa makna politis mendominasi penetapan HET dengan korban RAkyat... Untuk itu sangat penting bagi kita untuk mengusahakan pembatalan kenaikan Gas 3 Kg yg saat ini masih ditinjau tersebut... kalau perlu dg memPTUNkan SK Gubernur tersebut atau gugat Pidana atas penyelewengan subsidi tersebut.. sekali lagi demi rakyat.. demi kemajuan bangsa.. mari brantas mafia Migas dan hilangkan budaya korupsi menjadi budaya bersih seperti yang kita idamkan bersama.......
0 komentar:
Posting Komentar